Diterbitkan pada 20 May 2024
Oleh: Admin
Dilihat: 105 Kali
Upaya Menekan Penggunaan Sampah Plastik: Inisiatif Recycling Village
Source: Sabrina Naula Allisha
Bagikan

Tak semua kota seberuntung DKI Jakarta. Pada tahun 2019, ibu kota sudah memiliki Peraturan Gubernur Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan Pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan, dan Pasar Rakyat tertanggal 27 Desember 2019. Ketentuan ini diharapkan dapat menekan penggunaan sampah plastik.

Kantong plastik atau plastic bag yang berbahan Low-Density Polyethylene (LDPE) masih banyak digunakan dalam aktivitas sehari-hari, terutama pada kegiatan jual beli serta digunakan dalam pengemasan pembelian barang secara online. Namun, tak semua kota memiliki peraturan seperti di Jakarta. Termasuk Provinsi Lampung.

Pengamatan Sampah Plastik di Lampung

Banyaknya sampah LDPE inilah yang ditemui Sabrina Naula Allisha saat berada di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Desa Air Naningan, Kabupaten Tanggamus, Lampung, pada tahun 2021. Sabrina memiliki ketertarikan terhadap sampah anorganik itu. Di daerah itu juga cukup banyak sekali pemakaian plastik sekali pakai yang kemudian berakhir di tempat pembuangan akhir.

Lahirnya Recycling Village

Di luar soal sampah, Sabrina juga punya kepedulian soal pemberdayaan perempuan. Akibat pandemi, perempuan di Air Naningan itu kehilangan pekerjaan sebagai pembuat tapis, sejenis batik di Yogyakarta. Dua masalah inilah yang menjadi pemicu Sabrina untuk tinggal beberapa lama di sana dan mencari ide bagaimana mengatasi dua hal itu sekaligus: menangani sampah dan memberdayakan ekonomi perempuan.

Keprihatinan atas dua hal itulah yang menginspirasi Sabrina untuk membuat Recycling Village pada Oktober 2021. Konsepnya adalah mendaur ulang limbah plastik LDPE menjadi barang yang memiliki nilai, dapat digunakan, dan memiliki estetika tinggi. Proyek pembuatan produk dari LDPE pertama dilakukannya bersama perempuan dari Air Naningan itu.

Proses Pembuatan dan Pelatihan

Dengan inisiatifnya, Sabrina mengajak dua warga, Happy dan Kris, sebagai para “artisan pertama” untuk mencoba membuat karya dari sampah LDPE di TPA tersebut. Proses pembuatan karya dimulai dari pemilahan dan pengumpulan limbah plastik LDPE yang diambil dari TPA Air Naningan. Setelah mendapatkan limbah plastik LDPE, dilakukan pembersihan dan pemotongan sehingga membentuk lembaran persegi panjang dengan ukuran sesuai produk yang akan dibuat.

Selain mengumpulkan sampah langsung di TPA, Recycling Village juga menyelenggarakan workshop untuk masyarakat di pinggiran Desa Air Naningan. Workshop ini bertujuan memberikan sosialisasi tentang Recycling Village, soal bank sampah, dan mendorong masyarakat untuk melakukan pemilahan sampah serta mengumpulkan sampah plastik yang akan diolah oleh Recycling Village.

Para wanita dan ibu rumah tangga tersebut diberikan pelatihan untuk membuat fashion accessories dari limbah plastik yang terdiri dari pembersihan, pemotongan plastik, menggunakan mesin press, menyetrika, dan menjahit. Pelatihan tersebut dilakukan selama satu hari hingga para perempuan ibu-ibu yang tergabung dalam workshop tersebut atau kemudian disebut sebagai penerima manfaat atau mitra kerja sama tetap Recycling Village.

Pengembangan dan Penjualan Produk

Selama bulan Oktober 2021 hingga Februari 2022, Recycling Village fokus dalam melakukan pelatihan untuk beneficiaries sehingga dapat menghasilkan produk dengan kualitas yang baik serta fokus dalam melakukan pengembangan produk. Pada bulan Maret 2022, Recycling Village pertama kali menjual produk kepada konsumen melalui online shop.

Seiring dengan berjalannya waktu, bisnis Recycling Village bertumbuh. Permintaan tak lagi hanya datang dari konsumen (Business to Consumer), namun juga perusahaan. Adanya permintaan produk dengan jumlah yang cukup besar dari perusahaan atau bisnis lain ini mendorong Recycling Village menciptakan konsep bisnis baru yaitu Business to Business (B2B).

Recycling Village Jakarta

Bersamaan dengan pengembangan konsep bisnis B2B yang juga memiliki visi mengelola sampah plastik, World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia mengajak Recycling Village untuk berkolaborasi dalam program “Plastic Smart Cities (PSC)”. Ini merupakan inisiatif global yang dipimpin melalui aksi perencanaan kota di dunia untuk mengurangi produksi dan konsumsi sampah plastik.

Program Plastic Smart Cities yang dilakukan oleh Recycling Village dijalankan dengan mengusung konsep “From Trash to Treasure” atau “Dari Sampah menjadi Harta Karun”, sama seperti konsep awal pendirian Recycling Village. Proyek di Jakarta itu menduplikasi apa yang sudah dilakukan di Lampung.

Dukungan WWF dan Pelatihan di Jakarta

Dukungan yang diberikan oleh WWF untuk pengembangan kegiatan di Jakarta ini mencakup capex (capital expenditure) dan opex (operational expenditure). Semua kebutuhannya didukung WWF, mulai dari kantor, alat-alat produksi, hingga pelatihannya.

Program pertama yang dijalankan adalah pelatihan kepada para mitra yang dilakukan dalam tiga tahap. Peserta yang mengikuti pelatihan itu kemudian dijadikan beneficiaries. Pada tahap pertama ini pesertanya adalah ibu-ibu yang tergabung di bank sampah yang juga menjadi mitra kerja sama dengan PSC. Namun, mengingat sebagian besar ibu-ibu yang mengikuti pelatihan sebagian besar berdomisili di Depok, ada kesulitan tersendiri karena tinggalnya cukup jauh dari kantor operasional Recycling Village.

Pelatihan batch pertama ini menghasilkan delapan peserta yang merupakan ibu-ibu dari bank sampah di daerah Depok. Namun hanya tiga orang yang ditetapkan menjadi mitra tetap, yaitu mereka yang sudah mendapatkan pelatihan dan telah melakukan kegiatan produksi berupa fashion accessories dari limbah plastik yang menghasilkan produk dengan kualitas yang bagus atau sesuai standar.

Peningkatan dan Ekspansi

Setelah beroperasi sekitar dua tahun, banyak variasi produk yang dihasilkan Recycling Village dan itu berarti berkontribusi mengurangi sampah yang terbuang ke TPA. Untuk produk terkecil Recycling Village seperti card holder dapat terbuat dari 5-6 lembar sampah kantong plastik. Sedangkan untuk produk terbesar Recycling Village yaitu macro tote bag dapat terbuat dari 12-14 lembar sampah kantong plastik.

Jumlah produk yang berhasil terjual selama delapan bulan yaitu sebanyak 685 produk. Hampir keseluruhan penjualan dihasilkan dari B2B atau dari perusahaan lain yang memesan produk Recycling Village dalam jumlah yang cukup banyak dalam satu pemesanan.

Rencana Masa Depan

Soal rencana ke depan, Recycling Village akan merambah lini produk yang dihasilkan dari yang selama ini sudah ada. Juga ada rencana untuk mengolah sampah jenis HDPE (High-Density Polyethylene), yaitu jenis plastik berwarna putih bersih yang umumnya digunakan untuk kantong tissue, botol detergent, minyak, plastik anti panas, pipa plastik, dan shopping bag.

Dengan rencana baru ini, yang masih dalam tahap riset dan pengembangan, secara otomatis akan ada produk baru yang bisa dihasilkan. Dengan penambahan produk baru ini diharapkan bisa lebih banyak sampah plastik yang bisa diolah sehingga bisa mengurangi jumlah yang masuk ke tempat pembuangan akhir.

Bank Sampah Tunas Harapan didirikan pada tahun 2016 di RW 06, Kelurahan Babakan, dengan tujuan awal untuk mengikuti perlombaan CSR Garda Oto. Namun, setelah perlombaan berakhir, aktivitas bank sampah sempat terhenti. Pada tahun 2017, pengelolaan bank sampah ini dipindahkan ke RW 01 Kelurahan Babakan, menandai awal transformasi yang signifikan menjadi Bank Sampah Unit Kenanga (BSU Kenanga). Perubahan ini menjadi tonggak penting dalam pengelolaan sampah di wilayah tersebut.

 

Artikel Lainnya Terkait Issue Sampah Plastik

 

Optimasi SEO Oleh Yudi Wahyudi Sebagai Bentuk Penguatan Kampanye Plastic Smart Cities dan Aplikasi AKSI  WWF Indonesia

Download Aplikasi AKSI dan Ambil Peranmu untuk Kurangi Sampah Plastik

Gabung sebagai nasabah Plastic Smart Cities sekarang dan dapatkan berbagai keuntungan dari menjaga lingkungan.

scan disini

qrcode wwf

Atau dapatkan di

Panduan Aplikasi AKSI

WWF Indonesia

 

Baca lengkap publikasi ini
Artikel Lainnya
Publikasi Lainnya